JAKARTA, “tabloidnusantara.com” – Nama Benny Wenda sudah tak asing lagi di telinga warga Papua dan Indonesia. Pelarian yang cuma bisa menebar propaganda penuh kepalsuan. Wenda lahir di Lembah Baliem tepat pada HUT Republik Indonesia 1974. Wenda kemudian menjadi antipati dengan pemerintah Indonesia setelah dirinya mengklaim jika ada serangan udara yang membuat keluarganya menjadi korban. Dirinya juga mengklaim akibat serangan udara itu kakinya putus satu.
Setelah rezim Soeharto tumbang, Wenda lantas angkat senjata meminta papua merdeka walaupun keluarganya sendiri memilih bergabung dengan NKRI. Ia melakukan lobi-lobi kepada pemerintahan Indonesia. Pada pemerintahan Megawati, usaha lobi Wenda sebenarnya berhasil yakni menjadikan papua sebagai daerah otonomi khusus. Namun apa lacur, Wenda masih kurang puas dan menuntut lagi kemerdekaan papua.
Aparat keamanan Indonesia tak bisa lagi mentolerir lagi Wenda ditangkap karena ia mengacaukan keamanan pada tahun 2001. Kemudian pada tanggal 6 Juni 2002, Wenda kemudian ditahan di Jayapura. Dirinya kemudian berhasil kabur dari penjara pada 27 Oktober 2002. Dibantu simpatisan OPM, Wenda diselundupkan ke Papua Nugini yang lantas ia ngacir ke Inggris bersama LSM Eropa setelah mendapat suaka politik. OPM sendiri tak mengakui bila Wenda adalah pemimpin mereka. Ia cuma tahu hidup enak di luar negeri tanpa tahu perjuangan makan ubi di hutan dan diburu pasukan khusus TNI.
READ ALSO : JUBIR OPM : MASIH ADA WAKTU SELAMATKAN PHILIPS MEHRTEN UNTUK INDONESIA
Sementara itu menurut Wakil Ketua MPR RI Ahmad Basarah dalam tulisannya di mpr.go.id menilai bahwa Benny Wenda baru bangun tidur dan masih terjebak dalam dunia mimpi serta ilusi yang diciptakannya sendiri dalam kenikmatan lobby-lobby-nya di Eropa, demikian dikatakan Wakil Ketua MPR, Ahmad Basarah ketika dimintai keterangan mengenai deklarasi Negara Papua Barat oleh Benny Wenda di Inggris. Selanjutnya Basarah, yang juga Ketua Bidang Luar Negeri DPP PDI Perjuangan, menyesalkan pemerintah Inggris yang seolah memberi ruang bagi Wenda untuk mendiskreditkan pemerintah Republik Indonesia yang berdaulat atas Papua.
Seharusnya Wenda bisa bangun dari mimpinya dan melihat Papua saat ini lebih seksama. Sebagai bagian dari Republik Indonesia, pemerintahan Joko Widodo menaruh perhatian yang luar biasa terhadap pembangunan Papua. Selain beberapa kali hadir secara personal di Papua, Jokowi memberi porsi lebih bagi pembangunan di Papua, mulai dari pembangunan SDM, Infrastruktur, Beasiswa, hingga menghilangkan disparitas harga BBM dan lain-lain. Tidak hanya itu, Presiden Jokowi juga mempercayakan jabatan staf khusus kepada 2 putra Papua, yakni Lenis Kogoya dan Billy Mbrasar. Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia, meski bukan asli suku Papua, juga merupakan putra daerah Papua, yang lahir dan besra disana, tandas Basarah.
Ketua DPP PDI Perjuangan itu selanjutnya menyatakan bahwa berdasarkan fakta sejarah, negara Papua tidak pernah ada. Papua, sebelum Belanda melakukan kolonisasi adalah daerah yang terdiri dari banyak suku yang saling berperang dalam memperebutkan wilayah dan sumber daya. Papua sendiri, bersama wilayah Indonesia lainnya adalah bekas jajahan Belanda. Oleh karenanya berdasarkan prinsip Uti Possidentis Juris, setelah Indonesai merdeka, maka Indonesia mewarisi bekas jajahan Belanda, termasuk Papua. Hal ini juga diperkokoh dengan hasil Penentuan Pendapat Rakyat (1969), dimana rakyat Papua telah memilih untuk tetap bergabung dengan NKRI.
READ ALSO : PENGERAHAN PASUKAN TNI/POLRI DAN KEBUTUHAN KEAMANAN PAPUA
Patut dicatat disini bahwa Presiden Jokowi sendiri memenangkan Pilpres 2019 di Provinsi Papua dan Papua Barat secara telak, dengan suara diatas 85% (lebih dari 3.5 juta suara) dan tingkat partisipasi pemilih diatas 85%. Angka ini menjadi bukti dukungan yang kuat dari rakyat Papua bagi pemerintahan Presiden Jokowi, sekaligus menjadi fakta tak terbantahkan bahwa Papua nyaman berada dalam pangkuan Ibu Pettiwi, Indonesia. Bahwa masih ada yang belum puas, tentu ini adalah sebuah keniscayaan. Tidaklah mungkin dapat memuaskan semua pihak. Setidaknya pemerintahan Presiden Jokowi senantiasa berusaha memberikan yang terbaik bagi rakyat Papua. Memang masih diperlukan komunikasi yang intensif dan dialog terbuka dari hati ke hati dengan para pemuka adat dan pemuka agama di Papua. Pola pendekatan represif dan kekerasan sedapat mungkin dihindari. Pembangunan tidak hanya pembangunan fisik, namun juga memberi keseimbangan dengan pendekatan pembangunan SDM. &doublequote;Papua adalah saudara kita, jika Papua sakit, kita sebagai saudara sebangsa juga akan merasakan, tidak mungkin akan kita tinggalkan.&doublequote; tegas Basarah yang Ketua Dewan Penasihat GMFKPPI.
Benny Wenda terlalu lama mereguk kenikmatan di Eropa. Hinggap dari satu ballroom ke ballroom lain, dari satu forum ke forum lain, dengan dalih diplomasi. Mabuk sanjungan sehingga tidak sadar dimanfaatkan sebagai proxy negara lain, yang memberi ilusi bahwa Papua bisa merdeka. Pada kenyataannya negara-negara lain hampir seluruhnya tetap mengakui bahwa Indonesia adalah bagian yan sah dari NKRI. Wenda juga terlalu tidur dalam kenikmatan, sehingga mungkin tidak menyadari perkembangan Papua. &doublequote;Sebagai sesama anak bangsa, meski Wenda lebih memilih warga negara Inggris, saya menyerukan agar Wenda bangun dari tidur panjangnya. Sudahi kenikmatan semu dan mimpi indah menjadi Presiden RI dari negara Inggris, mari bersama membangun Papua&doublequote;, ujar Basarah mengakhiri percakapan ini.