Menurut Marianus Mesak Young, Dosen Universitas Cenderawasih dan Calon Walikota Jayapura tahun 2024 dalam kasus penyanderaan pilot Susi Air, Philip Mark Marthens, KKB menjadikannya sebagai instrumen diplomasi meminta dukungan komunitas internasional untuk kemerdekaan Papua, yang dalam perkembangannya mengalami kegagalan, karena bukan simpati dan empati yang didapat, melainkan kecaman dan penolakan masyarakat internasional terhadap aksi penyanderaan kelompok Egianus Kogoya tersebut.
Masyarakat internasional adalah masyarakat logis dan ilmiah. Komunitas yang paham dengan baik aturan main dalam konflik dan perang yang sudah diatur oleh hukum perang internasional. Menjadikan masyarakat sipil atau pekerja kemanusian yang disandera sebagai alat propaganda dan alat politik para pihak yang berkonflik dan berperang, adalah pelanggaran serius terhadap hukum internasional konvensi Den Haag 1907 dan konvensi Jenewa 1949 dan Protokol tambahan keempatnya. Ini ketentuan hukum internasional yang tidak bisa diabaikan atau tidak diindahkan.
READ ALSO : KAPOLDA PAPUA AKUI KKB PIMPINAN EGIANUS KOGOYA TAK PERNAH MINTA UANG TEBUSAN

Sehingga salah satu contoh respon komunitas internasional terhadap kasus penyanderaan ini, misalnya Menteri Luar negeri Australia Penny Wong mengecam dan mengutuk aksi penyanderaan pilot susi air oleh kelompok Egianus Kogoya. https://asiatoday.id/read/australia-soroti-kekerasan-di-papua-dan-kutuk-penyanderaan-pilot-susi-air.
Karena sudah gagal dalam menjadikan sandera sebagai alat diplomasi kemerdekaan Papua, kelompok Egianus Kogoya membuat skenario lain, dengan mengorbankan masyarakat sipil di distrik Mugi, Nduga, Papua. Masyarakat di daerah tersebut dan kampung – kampung sekitarnya, dimobilisasi dengan ancaman todongan senjata untuk menyerang aparat keamanan TNI di pos keamanan distrik Mugi. Kurang lebih terdapat 36 anggota TNI dari kesatuan Kostrad dan Kopassus yang bertugas di pos tersebut.