JAKARTA, “tabloidnusantara.com” – Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat 2 Juni 2023, Benny Wenda Pemimpin United Liberation Movement for West Papua ( ULMWP) sangat mendesak para militan Tentara Pembebasan Papua Barat (TPNPB) untuk mempertimbangkan kembali ancaman mereka baru-baru ini untuk menembak Mehrtens yang telah mereka sandera sejak 7 Februari 2023, dengan mengatakan itu bertentangan dengan semua kepercayaan dan ajaran Papua.
Wenda mengatakan selama lebih dari enam puluh tahun darah orang Papua yang tidak bersalah telah ditumpahkan di tanah leluhur mereka oleh pasukan keamanan Indonesia dan dia tidak dapat memahami mengapa para militan bahkan mempertimbangkan untuk menumpahkan darah orang lain yang tidak bersalah di tanah mereka. Dia mendesak para militan untuk mempertimbangkan dampak yang akan terjadi pada keluarga Mehrtens, tetapi juga kerusakan yang akan ditimbulkan oleh tindakan semacam itu pada tujuan pembebasan nasional mereka.
Menurut Wenda dirinya ingin mendorong saudara-saudara saya di kamp TPNPB untuk mempertimbangkan kembali ancaman yang dibuat terhadap pilot dan apa artinya ini bagi keluarganya yang berduka, serta perjuangan pembebasan nasional. “Semua orang Papua Barat tahu bahwa hukum internasional ada di pihak kita: pendudukan militer Indonesia dan klaim awal atas Papua Barat jelas salah menurut hukum internasional. Tapi begitu juga dengan mencabut nyawa orang tak bersalah yang tidak terlibat dalam konflik.”
Wenda juga mengutuk desakan pemerintah Indonesia pada pendekatan militer untuk menyelesaikan situasi penyanderaan, dengan mengatakan bahwa prioritas bagi semua pihak adalah mengembalikan Phillip Mehrtens ke keluarganya dengan selamat. “Saya juga ingin mendesak pemerintah Indonesia untuk tidak membuat pernyataan atau tindakan sembrono terkait krisis sandera ini,” katanya, seraya menambahkan bahwa “Pemerintah Indonesia berkewajiban membantu pembebasan Mehrtens dengan aman.”
READ ALSO : KKB PELAKU PELANGGARAN HAM BERAT
Pernyataan Wenda ini pun disadari oleh pemerintah Indonesia dan aparat keamanan yang selama ini menjaga kedaulatan wilayah NKRI di tanah Papua. Melalui pernyataan berbagai pihak seperti Wakil Presiden Ma’ruf Amin menegaskan tidak akan asal menyerang kelompok kriminal bersenjata (KKB) atau kelompok separatis teroris (KST) di Papua. Wapres memastikan akan mengedepankan aspek keamanan sehingga tidak jatuh korban.
Demikian pula pernyataan Panglima TNI bahwa, jajarannya memilih cara persuasif dalam upaya membebaskan pilot Susi Air, Kapten Philip Mehrtens, yang disandera kelompok separatis teroris (KST) Papua. Menurut dia, jika memaksa menggunakan cara militer, KST bakal menembak Philip. Konsekuensinya, nanti TNI bakal dituduh membunuh sandera. “Apabila saya bebaskan dengan cara militer pasti nanti, saya sudah monitor dari pembicaraan, nanti kalau ketemu TNI bunuh saja ini, tembak saja ini. Nah, nanti biar TNI yang dituduh membunuh pilot ini. Nah, saya enggak mau terjadi seperti itu,” kata Yudo di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu (5/4/2023). Menurut Yudo, TNI bisa saja melakukan operasi militer karena memiliki alat dan prajurit profesional. Namun, jika opsi itu dipilih maka masyarakat akan menjadi korban yang terdampak keganasan KST.
Namun disisi lain dalam pernyataannya Wenda juga mendesak pemerintah Selandia Baru, PBB, dan komunitas internasional untuk menekan Jakarta untuk memastikan pembebasannya dengan aman sesegera mungkin, dan untuk mendengarkan suara, tangisan dan tuntutan rakyat Papua yang ingin bebas di tanah mereka sendiri.” Dia mengatakan Mehrtens tanpa disadari telah dijadikan pion dalam konflik puluhan tahun antara Indonesia dan rakyat terjajah di Papua Barat.
Menyimak pernyataan Wenda tersebut, seperti yang telah diberitakan sebelumnya bahwa melalui Menkopolhukam Mahfud MD memastikan, pemerintah terus mengupayakan segala cara untuk menyelamatkan Kapten Philip dari tangan KKB Papua. Meski demikian, Mahfud menegaskan, pemerintah tak ingin melibatkan negara lain dalam penyelamatan Kapten Philip. “Itu ya kami tangani sendiri secara internal kami kebijakannya enggak boleh melibatkan negara lain,” ujar Mahfud dalam acara Rapat Koordinasi Nasional ‘Sinergisitas Pemerintah Dalam Menjaga Stabilitas Politik Dan Keamanan untuk menyukseskan Pemilu Tahun 2024’ di Jakarta Selatan, Senin (29/5/2023).
READ ALSO : KEMLU DIDESAK JELASKAN SOAL KKB KE DUNIA INTERNASIONAL
Sementara itu Pakar Resolusi Konflik Universitas Parahyangan, Bandung, I Nyoman Sudira yang turut mengamati dinamika konflik di Papua, menilai bahwa Benny Wenda tidak bisa berbuat banyak terhadap situasi di Papua saat ini. Nyoman juga mengatakan sehingga Benny Wenda hanya bisa melakukan provokasi terhadap para simpatisan gerakan kemerdekaan. Terlebih hal itu diperparah dengan Benny Wenda yang sudah terlanjur mendeklarasikan pemerintah sementara dimana dirinya dikatakan sebagai presidennya.
“Benny tidak punya kekuatan untuk menyelesaikan permasalahan Papua, sehingga yang bisa dilakukannya saat ini hanya memprovokasi, maksudnya agar terjaganya gerakan perlawanan dari simpatisannya. Apalagi dia sempat mempromosikan dirinya sendiri seebagai presiden,” ujar Nyoman dalam keterangannya. (20/1)
Dikatakan Nyoman bahwa Benny Wenda juga tidak memiliki pilihan selain mendorong propaganda untuk mengacaukan keamanan di Papua. Pihaknya menganalisis bahwa jika Benny Wenda bungkam atau tidak banyak terlihat, maka eksistensinya akan dipertanyakan. “Akhirnya dia (Benny Wenda) tidak punya pilihan, eksistensinya sudah dipertaruhkan oleh kelalaiannya sendiri. Hal ini diperburuk karena upayanya dalam deklarasi pemerintahan sebelumnya telah mendapat penolakan dari berbagai organisasi perjuangan Papua lainnya,”
Nyoman menambahkan bahwa ada faksi dalam gerakan separatisme di Papua, hal ini terlihat dari ramainya pernyataan terkait pro dan kontra atas apa yang pernah Benny Wenda utarakan. Menurutnya mayoritas kelompok perjuangan di Papua masih menyimpan kepentingan dan kekuasaan masing-masing. “Tidak ada yang murni berjuang untuk Papua, meskipun dari kelompok-kelompok itu terus mengatasnamakan perjuangan bagi rakyat/bangsanya. Mereka hanya sibuk melakukan propaganda karena memiliki kepentingan yang tidak diketahui. Namun condong orientasinya pada kekayaan,” tambahnya.
Diakhir kesempatannya Nyoman mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dirisaukan atas dinamika yang terjadi di Papua, terlebih pernyataan yang muncul bersumber dari kelompok separatis. Dia juga meminta kepada rakyat Papua agar tidak memperdulikan seruan kelompok separatis tersebut.