PAPUA, “tabloidnusantara.com” – Tabuni Presiden Eksekutif United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), mengatakan konflik bersenjata masih terus berlangsung di beberapa wilayah di Papua seperti di Mimika, Pegunungan Bintang, Nduga, Intan Jaya, Puncak, Yahukimo, Tambrauw dan Maybrat. Tabuni mengatakan konflik selama enam dekade berdampak terhadap 64 ribu warga sipil yang harus meninggalkan kampung mereka. Ia mendesak Pemerintah Indonesia membuka ruang dialog untuk menyelesaikan masalah di Tanah Papua. Hal itu disampaikan Tabuni di Kota Jayapura, Provinsi Papua, pada Senin (9/10/2023).
Menurutnya konflik tidak menurun tetapi semakin meningkat, dan untuk menyelesaikan masalah tersebut, dirinya meminta semua pihak yang berkonflik harus dilibatkan dalam dialog tersebut. Dirinya mengatakan dialog itu harus dimediasi oleh pihak yang netral yang tidak memihak baik terhadap orang Papua atau Indonesia.
READ ALSO : SATGAS TNI BUKA PELAYANAN KESEHATAN GRATIS BAGI WARGA KAMPUNG KELILA
Pada dasarnya pemerintah Indonesia selama ini tidak pernah menutup untuk berdialog dengan pihak manapun, apalagi dengan bangsa sendiri, pemerintah berkali-kali menegaskan bahwa pemerintah membuka ruang dialog ataupun negoisasi seluas-luasnya. Pemerintah bahkan menawarkan kepada siapapun dari pejabat pemda, tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat bahkan kepada pihak keluarga Egianus Kogoya sendiri. Namun dialog tidak berlaku apabila KSTP meminta kemerdekaan, karena kedaulatan negara adalah harga mati.
READ ALSO : KEDAULATAN HARGA MATI, DIALOG DAN NEGOISASI YES, MINTA MERDEKA NO !
Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin menanggapi adanya pihak yang menilai konflik di beberapa wilayah Papua, salah satunya disebabkan ketidakpercayaan masyarakat setempat dengan pemerintah pusat dan langkah persuasif melalui dialog merupakan cara terbaik dalam mendapatkan solusi penanganan konflik. Dialog dengan tokoh-tokoh agama, tokoh HAM, pegiat HAM tadi, dengan juga tokoh adat, dan berbagai pihak dapat menjadi solusi terbaik untuk menemukan akar permasalahan setiap konflik dan menjembatani apa yang menjadi keinginan masyarakat Papua.
Wapres juga menegaskan dialog dengan kelompok-kelompok yang berseberangan akan terus dilakukan sepanjang dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurutnya, pemerintah tidak akan membuka dialog jika berangkat dari adanya aspirasi permintaan Papua merdeka. “Kalau untuk bicara merdeka tentu tidak ada (dialog). Kalau merdeka itu harga mati. Itu bukan solusi,” ujarnya.
READ ALSO : WARGA DIHANTUI KEKERASAN, APARAT KEJAR TERUS KSTP
Sementara itu anggota Percepatan Pembangunan Otsus Papua (BP3OKP) Pendeta Albart Yoku pernah mengatakan bahwa upaya negosiasi pembebasan pilot Maskapai Susi Air Philip Mark Mehrtens telah dilakukan oleh bupati, tokoh adat maupun tokoh gereja. Mereka berupaya melakukan dialog KSTP yang mengklaim telah menyandera Kapten Philip.
Dialog, ujar Albart, cukup sulit dilakukan karena KSTP yang dipimpin oleh Egianus Kogoya itu berpindah-pindah lokasi. “Karena penyanderaan ini pindah- pindah lokasi sehingga sampai hari ini pun diberikan ruang untuk adanya dialog itu atau negosiasi itu secara humanis,”ujar Albart seusai menghadiri rapat koordinasi di Kantor Staf Kepresidenan (KSP), Jakarta, Rabu (31/5).
Ia mengaku sulit menemui KSTP untuk melakukan negosiasi. Oleh karena itu, menurutnya penanganan konflik yang dibutuhkan masyarakat Papua dengan memberikan perhatian pada masyarakat terdampak. Konflik antara KSTP dan aparat, ujar Albart, membuat pembangunan kesejahteraan di Papua terhambat.
READ ALSO : JELANG PEMILU, PEMERINTAH SIAP ANTISIPASI ANCAMAN KSTP