JAKARTA, “tabloidnusantara.com” – Keberadaan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang kerap melakukan aksi kekerasan dinilai memghambat pembangunan di Papua. Pemerintah didorong segera menangani kelompok ini demi mewujudkan kesejahteraan masyarakat Papua. Kepala Program Studi Kajian Terorisme Universitas Indonesia (UI) Muhammad Syauqillah mencatat, aksi kekerasan KKB di Papua sejak 2017 hingga 2023 telah menewaskan 34 warga sipil dan 12 aparat keamanan.
Serangan yang dilakukan KKB merupakan kejahatan kemanusiaan karena menyasar warga sipil. Padahal dalam hukum perang (law humaniter), masyarakat sipil adalah kelompok yang tidak boleh diserang atau diperangi. “Kita perlu melihat bagaimana masa depan pembangunan Papua seperti apa ke depannya. Kalau misalkan terus-menerus ada konflik seperti ini ya tentunya Papua mengalami hambatan dalam membangun,” ujar Gus Syauqi, sapaan akrab Muhammad Syauqillah, Senin (20/3/2023).
Menurutnya seperti yang dikutip dalam nasional.sindonews.com, aksi KKB membuat kerangka pembangunan Papua keluar dari jalur yang semestinya bisa dinikmati masyarakat Papua. Ketika pembangunan macet, maka secara jangka panjang akan berdampak pada masalah-masalah kesejahteraan masyarakat Papua, seperti akses jalan dari satu wilayah ke wilayah lain.
READ ALSO : INDONESIA TAK AKAN MENYERAH DENGAN MANUVER ULMWP
“Setidaknya masyarakat Papua itu, dengan aksi kekerasan yang terjadi di Papua, yang terkena dampak tentunya adalah masyarakat Papua, rakyat Papua atau siapa pun yang ada di Papua itu akan terkena dampaknya, terutama dampak negatif,” kata Gus Syauqi. Dengan kondisi itu, ia mendorong pemerintah menyiapkan langkah, baik pendekatan lunak maupun keras, untuk penuntasan masalah KKB. Masyarakat di Papua harus diberikan jaminan keamanan dan kenyamanan hidup.
Pengamat terorisme ini mengatakan, penyelesaian masalah KKB Papua hendaknya dimulai dengan memperkuat komitmen seluruh stakeholder dan menyamakan persepsi melalui dialog untuk mendapatkan solusi terbaik bagi Papua sebagai bagian yang tak terpisakan dari NKRI. “Semua pihak harus duduk bersama dengan membangun dialog. Karena sampai saat ini sudah banyak korban yang berjatuhan yang ditimbulkan,” kata Dosen Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI).
Setelah solusi itu didapat, kata Gus Syauqi, para pemangku kebijakan harus berkomitmen menjaga Papua tetap damai tanpa konflik. Komitmen itu harus dibangun oleh semua pihak, bukan salah satu saja. “Kalau komitmen itu hanya satu pihak itu tidak akan jalan. Artinya perdamaian atau dialog itu hanya dibangun oleh satu saja tidak akan bisa berjalan,” kata peraih gelar Doctor of Philosophy (PhD) Bidang Ilmu Politik dari Marmara University ini.
Namun yang paling penting, menurut penulis buku Ketahanan Keluarga, Paradoks Radikalisme dalam Keluarga Indonesia ini, masalah KKB sejatinya bisa diselesaikan dengan kerangka pendekatan Pancasila yang sudah lama menjadi ideologi bangsa Indonesia. “Kita punya ideologi Pancasila yang tertuang dalam sila ke-4 yaitu Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Tentunya ini yang menjadi simbolitas kita semua. Kita juga perlu juga lihat sila yang lain yakni sila ke-3, Persatuan Indonesia dan tentunya harus juga mencerminkan posisi keadilan bagi masyarakat Papua,” kata Gus Syauqi.
READ ALSO : NAKES NUSANTARA SIAP LAYANI MASYARAKAT PASCA PENANGKAPAN 19 AKTIVIS KNPB
Selain itu, menurut Moeldoko, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga telah mengesahkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua, yang menekankan peningkatan dana otonomi khusus (Otsus), perbaikan tata kelola, dan peningkatan partisipasi masyarakat adat. Kemudian, pemerintah dan DPR telah menyetujui pembentukan tiga daerah otonom baru (DOB) di Papua, yakni Papua Tengah, Papua Pegunungan, Papua Selatan. Hal tersebut merupakan upaya untuk mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat di Papua.
Terkait aksi kekerasan dan pembunuhan yang dilakukan KKB di Papua, lanjutnya, hal itu dilakukan karena kelompok tersebut takut terhadap capaian pembangunan oleh pemerintah. “Masyarakat umum di Papua pada dasarnya menginginkan kehidupan yang damai, tidak ingin dilibatkan dalam aksi kekerasan mereka (KKB),” jelasnya.