BANJARBARU, tabloidnusantara.com – Seorang jurnalis wanita Juwita (23) di Banjarbaru, Kalimantan Selatan (Kalsel), ditemukan tak bernyawa di Jalan Gunung Kupang, Kabupaten Banjar.
Awalnya kematian Juwita diduga karena kecelakaan tunggal. Justru kejanggalan kematian Juwita diungkapkan oleh rekan sejawat korban, Teny. Dia turut membenarkan hilangnya dompet dan ponsel Juwita di TKP. Padahal sebelum kejadian, Teny masih sempat bertukar pesan mengenai lokasi buka puasa bersama.
“Pada pukul 10.49 ia masih membalas, dan ketika saya kirimkan lokasi pukul 12.01 pesan saya hanya centang dua, tidak dibaca,” kata Teny, Senin (24/3).
Begitu mendapat kabar Juwita ditemukan tak bernyawa dan dibawa ke pemulasaraan jenazah, Teny langsung meluncur ke lokasi. Dia mendapat kabar bahwa Juwita meninggal karena kecelakaan tunggal. Namun, Teny ragu akan informasi tersebut.
Teny makin semakin yakin ada yang tidak beres ketika melihat ada bekas memar di bawah mata serta dari leher hingga ke daun telinga sebelah kiri.
Padahal Juwita ditemukan mengenakan helm, tetapi luka-luka parah justru ditemukan pada kepalanya. Menurut Teny, pakaian Juwita juga tidak kotor layaknya korban kecelakaan.
“Terlalu janggal kalau Juwita disebut kecelakaan tunggal. Kalau laka, pasti bajunya kotor dan rusak,” katanya.
Sementara, Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Persiapan Banjarmasin Rendy Tisna juga mengatakan kejanggalan berupa luka-luka di beberapa bagian tubuh korban. Yakni luka di dagu, lebam di punggung dan leher belakang, serta posisinya yang terlentang di tepi jalan utama dengan helm masih terpasang.
“Jangan buru-buru menyimpulkan sebelum ada bukti yang kuat. Semua kemungkinan dan motif di balik kematiannya harus diperiksa secara menyeluruh, termasuk dugaan kekerasan,” tegas Rendy, Minggu (23/3).
Melihat posisi korban, Rendy mengatakan ada dugaan Juwita dibegal. Barang-barang berharga korban tidak ditemukan di TKP, mulai dari dompet hingga ponsel.
Rendy mendesak pihak kepolisian mengusut tuntas kasus ini. Apalagi jika kasus ini ada unsur kesengajaan atau kekerasan.
“Jangan sampai ada jurnalis yang meninggal tanpa kejelasan, karena impunitas hanya akan memperburuk situasi dan mengancam kebebasan pers,” tegasnya.
Kasus ini juga harus menjadi momentum untuk memperjuangkan perlindungan lebih baik bagi jurnalis yang bekerja di lapangan, agar kejadian serupa tidak terulang.
“Sekali lagi AJI Persiapan Banjarmasin tidak ingin kejadian seperti ini terus berulang. Jurnalis punya hak untuk bekerja tanpa takut kehilangan nyawa,” pungkasnya.
Terpisah, Kasat Reskrim Polres Banjarbaru AKP Haris Wicaksono menyebut jika pihaknya masih melakukan penyelidikan terhadap kasus Juwita. Belum dipastikan apakah ada unsur kekerasan dalam kejadian ini.
“Masih dalam penyelidikan, masih kami dalami,” kata Haris