PAPUA, “Tabloidnusantara.com” – Direktur Perhimpunan Advokasi Kebijakan (PAK) HAM Papua Mathius Murib menyatakan masalah HAM di Papua itu saat ini bukannya membaik, melainkan menjadi tambah rumit atau buruk. Misalnya, kata dia, tindak kekerasan yang terus meningkat dan penyanderaan yang masih terus terjadi.
Selain itu, para pembela HAM di Papua masih memiliki risiko yang besar untuk mendapat tindak kekerasan, seperti diteror, diintimidasi, dan diancam. Mathius mengatakan bahwa itu merupakan risiko bagi yang memang bekerja untuk kemajuan serta penegakan HAM.
READ ALSO : DITUDUH INTELIJEN OLEH KSTP TERNYATA AKTIVIS SOSIAL DAN CUCU KEPALA SUKU SILO
“Kekerasannya meningkat, sandera masih ada, semua pendekatan yang dilakukan juga belum sesuai dengan semangat HAM,” ujar Mathius dalam Diskusi Terfokus Rekomendasi UPR (Universal Periodic Review) Komnas Hak Asasi Manusia (HAM) ke-4, Rabu, 30 Agustus 2023.
Masalah HAM yang menunjukkan grafik menurun menurut beberapa sumber juga dikarenakan aktivis HAM masih tebang pilih dalam menyelesaikannya. Banyaknya kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang dilakukan oleh sekelompok Papua Merdeka (OPM atau KSTP) ini tentunya membuat ketakutan tersendiri bagi warga Papua dan masyarakat Indonesia lainnya.
“Jika tidak dihentikan maka akan semakin banyak korban jiwa yang diakibatkan oleh sekelompok tersebut. Komnas Ham harus melek karena banyak masyarakat sipil jadi korban kekejaman KKB,” tegas Ketua Barisan Aktivis Timur (BAT) Priskolin. “Kekejaman KSTP yang melanggar HAM ini harus dihentikan,” ujarnya.
READ ALSO : PENDIDIKAN DAN BUDAYA MASYARAKAT, PICU BERULANGNYA BENCANA KELAPARAN PAPUA
Masih kata dia, apalagi selama ini KSTP menyatakan berjuang untuk melepaskan Papua dari NKRI, namun kenyataannya rakyat sipil menjadi korban kekerasan dan penembakan. “Aksi KKB sudah tidak pandang bulu karena sudah melakukan operasi kejam terhadap warga sipil yang tidak saja kepada orang asli Papua tetapi warga lainnya. Ini harus disuarakan mengingat selama ini aparat keamanan selalu dipojokkan dan dinyatakan sebagai pelaku pelanggaran HAM,” pungkasnya.
Meski besar risiko yang dihadapi, Mathius menyatakan bersama aktivis HAM di Papua masih semangat memperjuangkan penegakan hak asasi di Bumi Cenderawasih itu. Sayangnya, hal ini belum sinkron dengan aturan dalam rangka penegakan hukumnya. Sehingga justru yang terjadi adalah banyak kasus pelanggaran HAM di Papua yang akhirnya tidak tuntas.
“Mungkin itu menjadi PR internal, tapi menurut saya itu tetap penting karena kepercayaan publik terutama kami sebagai pembela HAM dan korban yang mencari keadilan itu begitu sulit kami yakinkan,” ujar Mathius. Para korban, menurut dia, selalu mereka bertanya, bagaimana dengan nasib kasus mereka yang lalu.
“Kenapa tidak selesai, kami dapat apa? Ini selalu menjadi dilema sehingga kami perlu meyakinkan korban untuk tetap semangat dan bersuara dengan penegakan hukum yang tidak tuntas,” ujarnya melalui video conference.
Mathius menegaskan mensinkronisasi dan mengharmonisasi sistem hukum masih menjadi pekerjaan rumah (PR) yang perlu dicari jalan keluarnya. “Sehingga ke depan kita berharap ada hakim yang baik, ada jaksa yang baik, yang bisa menerjemahkan semangat kerja Komnas HAM. Sehingga perkara HAM itu bisa tuntas,” ujar Mathius.
READ ALSO : KOMISIONER BAWASLU TERAFILIASI OPM BERPOTENSI MEMBAHAYAKAN NEGARA