“Refinery di Gresik, yang mungkin September 2025 sudah menghasilkan produk turunan seperti selenium, bisa menjadi komponen semikonduktor. Kami menawarkan kepada Intel atau perusahaan semikonduktor AS lain untuk berinvestasi di Indonesia, bisa bicara dengan Menteri Investasi,” tutur Erick.
Erick melanjutkan tidak hanya mineral kritis dan semikonduktor, pertemuan juga membahas kerja sama di sektor kesehatan, pendidikan, minyak dan gas, pertahanan, hingga teknologi. Erick menegaskan pentingnya AS memanfaatkan pasar Indonesia yang besar melalui investasi langsung.
“Saya menantang, kalau bisa pembangunan semikonduktor dilakukan di Indonesia, jangan di negara lain, seperti yang kemarin didorong Pak Presiden dan Menteri Perdagangan mengenai penjualan sebuah merek mobile phone, itu kan sudah diberi macam-macam tapi tidak ada investasinya,” lanjut Erick.
Indonesia memiliki bahan baku untuk semikonduktor dan juga memiliki market yang besar. Erick menilai, Intel dapat melirik potensi besar tersebut untuk berinvestasi di Indonesia.
“Kalau Intel melihat Indonesia itu market yang besar, kan tidak ada salahnya investasi mulai digerakkan juga di Indonesia dan kebetulan kita punya bahan bakunya,” ujarnya.
Erick juga menyoroti peran ekosistem BUMN dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain BUMN, lanjut Erick, Indonesia juga memiliki dukungan penuh sektor swasta untuk berperan dalam mencapai target pertumbuhan ekonomi delapan persen.
“Jadi kerja sama kita sama AS sudah banyak, ada Ford, ada dengan Bio Farma, ada dengan Amazon, itu sudah jalan. Mereka menanyakan bisa lebih besar, Boleh, tergantung mereka mau lihat apa kerja samanya,” tutup Erick.