JAKARTA, “Tabloidnusantara.com” – Pembangunan Daerah Otonom Baru (DOB) tentu saja membutuhkan pemimpin yang berkompeten untuk memimpin DOB, karena bagaimanapun juga SDM yang kompeten menjadi kunci dalam mengelola pembangunan demi kesejahteraan. Meski demikian pemerintah tetap berkomitmen untuk menetapkan pemimpin DOB yang merupakan Orang Asli Papua OAP.
Sebelumnya, Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen untuk mengutamakan OAP untuk menjadi pimpinan DOB. Hal tersebut ia ucapkan dalam keterangan persnya. Wapres secara tegas mengatakan bahwa pemekaran di Papua ini semata-mata untuk memberikan pelayanan yang lebih bai kepada masyarakat. Terutama untuk kesejahteraan masyarakat Papua. Jika pelayanannya terlampau jauh seperti hanya satu provinsi, tentu saja kurang terlayani dengan baik.
READ ALSO : KASAD TEKANKAN PRAJURITNYA WASPADA DAN TETAP MENCINTAI RAKYAT DIMANAPUN BERTUGAS
Sebelumnya, pada November 2022 lalu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) telah melantik 3 Pj Gubernur DOB Papua. Pelantikan tersebut dilaksanakan di dalam rangkaian acara dari peresmian 3 DOB Papua yakni Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah dan Provinsi Papua Pegunungan yang berlangsung secara bersamaan.
Ketiga Pj yang dilanti tersebut berasal dari kalangan sipil yang merupakan orang asli Papua. Ketiganya dilantik setelah lolos seleksi oleh Tim Penilai Akhir (TPA). Mereka dilantik berdasarkan keputusan Presiden (Kepres) RI Nomor 115/P Tahun 2022 tanggal 10 November 2022 tentang Pengangkatan Pejabat Gubernur.
Berikut ini adalah profil singkat terkait dengan Pj Gubernur DOB Papua yang merupakan putra Daerah : Papua Selatan, Apolo Safanpo merupakan mantan Staf Ahli Mendagri Bidang Pemerintahan, Pria yang pernah menjadi akademisi di Universitas Cenderawasih tersebut dilantik oleh Mendagri untuk menjadi Pj Gubernur Papua Selatan. Sebelumnya, Apolo juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Tenik Universitas Cenderawasih pada 2012 hingga 2017.
Papua Tengah, Ribka Haluk terpilih untuk menjadi Pj Gubernur Papua Pegunungan. Sebelum menduduki jabatan sebagai Pj Gubernur, Ribka pernah menjabat sebagai Kadis Kesejahteraan Sosial dan Masyarakat Terisolir Provinsi Papua pada 2013, Kadis Sosial dan Permukiman Provinsi Papua pada 2014, Pj Bupati Kabupaten Mappi pada 2017, Pj Bupati Kabupaten Yalimo pada 2021 dll.
READ ALSO : HARI KE-88, UPAYA PEMBEBASAN PILOT SUSI AIR TERUS DILAKUKAN
Papua Pegunungan, Sempat menjadi Kepala Kejaksaan Negeri Sleman pada 2014, Nikolaus Kondomo ditunjuk sebagai Pj Gubernur Papua Pegunungan. Sebelum menjabat sebagai Pj Gubernur, Nikolaus merupakan Staf Ahli bidang Hubungan Antarlembaga dan Kerja Sama Internasional Kejaksaan Agung RI.
Kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebih luas bagi provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus sendiri dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberian kewenangan ini merupakan potensi sosial budaya dan perekonomian masyarakat Papua. Termasuk memberikan peran yang memadai bagi orang asli Papua melalui para wakil adat, agama dan kaum perempuannya.
Pengutamaan orang asli Papua dalam konteks pemilihan kepala daerah di wilayah Papua sesuai dengan semangat UU Otsus Papua dan secara konstitusional perlakuan khusus tersebut dapat dibenarkan. Persyaratan harus orang asli Papua merupakan pengakuan serta penghormatan atas satuan pemerintahan daerah di Papua dan Papua Barat dan pemberlakuan persyaratan tersebut untuk jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur.
Jika merujuk pada peraturan pemerintah Nomor 106 Tahun 2021 yang mengatur kewenangan dan kelembagaan pelaksanaan kebijakan otonomi khusus provinsi Papua. Sementara peraturan pemerintah nomor 107 adalah tentang penerimaan, pengelolaan, pengawasan dan rencana induk percepatan pembangunan dalam rangka pelaksanaan otonomi khusus provinsi Papua.
Perlu disepakati pula bahwa, yang disebut orang asli Papua adalah orang yang lahir dan bermukim di Papua, dan orang tuanya juga orang Papua. OAP bukan berarti warga yang tinggal di Papua dan dia adalah seorang pendatang dari tempat lain (luar pulau). Jika seperti ini maka statusnya adalah pendatang bukan OAP.
Sehingga dipilihnya OAP sebagai calon pejabat pemimpin di DOB Papua tentu saja bukan sebuah alasan rasial atau alasan yang tidak logis. Salah satu dasar yang menguatkan adalah adanya UU Otsus yang dibuat agar masyarakat Papua mendapatkan hak untuk membangun daerahnya sendiri, sehingga calon gubernur dan wakil gubernur di seluruh Papua haruslah merupakan orang asli Papua.
Selain itu ada syarat lain juga yang sama pentingnya, yaitu bahwa orang asli Papua harus netral dari kepentingan politik, Figur yang netral tentu saja akan membebaskan pejabat gubernur dari kepentingan politik praktis dan investasi politik ke depannya. Dengan netralitas tersebut tentu saja ia tidak akan mudah disetir oleh kelompok kepentingan.
Otsus menjadi hak istimewa bagi Papua untuk mengembangkan segala potensinya. Tentu saja tidak sedikit putra asli Papua yang berkompeten untuk menjadi pemimpin ataupun pejabat di Papua, melalui Otsus pula OAP dapat mengakses pendidikan yang layak, sehingga mereka memiliki kesiapan serta bekal apabila nantinya diberikan amanat untuk memimpin Papua.
Berita ini dikutip dari tulisan salah seorang Mahasiswa Papua yang tinggal di Kupang atas nama Melky Samuel Hansen dan dimuat dalam tajuk opini dengan judul Komitmen Kuat Pemerintah Tetapkan Pemimpin DOB dari Orang Asli Papua.
READ ALSO : TAK ADA KLAIM KSTP MELANGGAR HAM, AMNESTY INTERNATIONAL DESAK USUT PEMBUNUHAN WARGA SIPIL DI PAPUA