JAKARTA, tabloidnusantara.com – Kasus yang melibatkan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, dan mantan calon legislatif PDI-P, Harun Masiku, berawal dari upaya untuk memasukkan Harun sebagai anggota DPR melalui mekanisme pergantian antarwaktu (PAW). Hasto diduga berperan dalam menempatkan Harun di Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I, meskipun Harun berasal dari Sulawesi Selatan. Selain itu, Hasto bersama dengan pihak lain berupaya memberikan suap kepada Komisioner KPU, Wahyu Setiawan, untuk memuluskan langkah Harun menjadi anggota DPR. Kompas Nasional
Perkembangan terbaru menunjukkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Hasto sebagai tersangka dalam kasus ini dan memeriksanya terkait dugaan suap serta upaya menghalangi penyidikan. Detik News
BACA JUGA : TIM KUASA HUKUM SEKJEN PDIP AJUKAN 41 BUKTI PADA SIDANG PRAPERADILAN, ANGGAP KPK LAKUKAN PELANGGARAN
Survei terbaru dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) mengungkapkan bahwa 77% publik yang mengetahui kasus ini percaya bahwa Hasto terlibat. Detik News
Kasus ini tidak hanya menyoroti praktik korupsi dalam proses politik, tetapi juga menimbulkan pertanyaan mengenai integritas partai politik dan sistem pemilihan di Indonesia.
Adapun kejanggalan fersi Kuasa Hukum Hasto Kristianto Sekjen PDI P, “Penetapan Hasto Kristiyanto sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap terkait Harun Masiku menimbulkan sejumlah kejanggalan yang dipertanyakan oleh berbagai pihak, terutama dari segi prosedur hukum dan bukti yang digunakan.
Salah satu kejanggalan utama adalah kebocoran Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) sebelum adanya pengumuman resmi dari KPK, yang menimbulkan spekulasi adanya intervensi politik dalam kasus ini. Selain itu, tim kuasa hukum Hasto menyoroti bahwa penetapan tersangka dilakukan tanpa pemeriksaan mendalam terhadap keterlibatannya secara langsung dalam kasus suap, serta tidak adanya bukti konkret yang mengaitkannya dengan aliran dana ke Harun Masiku.
BACA JUGA : 2 KAPAL TERBAKAR, 2 ORANG TEWAS DAN 6 LAINNYA LUKA-LUKA
Kejanggalan lainnya adalah adanya dugaan bahwa kasus ini diprioritaskan secara tidak wajar dibandingkan dengan kasus-kasus korupsi lain yang lebih besar, menimbulkan pertanyaan apakah ada motif lain di balik proses hukum yang dijalankan. Dengan berbagai kejanggalan ini, kasus Hasto Kristiyanto tidak hanya menjadi sorotan dari sisi hukum, tetapi juga memunculkan perdebatan mengenai independensi dan transparansi lembaga penegak hukum di Indonesia.