Notice: Fungsi _load_textdomain_just_in_time ditulis secara tidak benar. Pemuatan terjemahan untuk domain td-cloud-library dipicu terlalu dini. Ini biasanya merupakan indikator bahwa ada beberapa kode di plugin atau tema yang dieksekusi terlalu dini. Terjemahan harus dimuat pada tindakan init atau setelahnya. Silakan lihat Debugging di WordPress untuk informasi lebih lanjut. (Pesan ini ditambahkan pada versi 6.7.0.) in /home/u899484454/domains/tabloidnusantara.com/public_html/wp-includes/functions.php on line 6121
KEBIJAKAN IMPOR AMERIKA, INI DAMPAKNYA BAGI INDONESIA - TABLOID NUSANTARA
back to top
REDAKSI "PT.NUSANTARA WARTAMA DUABELAS" tabloidnusantara.com "MEMBUKA WAWASAN DAN MENCERDASKAN
BerandaINTERNASIONALKEBIJAKAN IMPOR AMERIKA, INI DAMPAKNYA BAGI INDONESIA

KEBIJAKAN IMPOR AMERIKA, INI DAMPAKNYA BAGI INDONESIA

JAKARTA, tabloidnusantara. Kebijakan peningkatan tarif bea masuk ekspor ke Amerika Serikat berdampak pada peningkatan biaya ekspor menuju AS sehingga berpotensi menurunkan perekonomian sejumlah negara. Tak terkecuali Indonesia yang menjadi salah satu negara yang memiliki risiko besar dari kebijakan tersebut.
Rabu (2/4), Presiden AS Donald Trump mengeluarkan perintah eksekutif (Executive Order) Regulating Imports with Reciprocal Tariff to Rectify Trade Practices that contribute to large and persistent annual US goods trade deficit, semua negara dikenakan tambahan bea masuk 10 persen, yang berlaku mulai 5 April 2025.
57 negara yang dianggap sebagai ”the worst offenders” akan menghadapi tarif lebih tinggi mulai 9 April. Sebagian besar negara tersebut berasal dari Uni Eropa dan Asia, termasuk Indonesia, serta delapan negara ASEAN lainnya
Pada kebijakan tarif AS itu bertujuan mengatur impor dengan tarif timbal balik guna memperbaiki praktik perdagangan yang berkontribusi terhadap defisit neraca perdagangan AS yang berlangsung secara terus-menerus.
Kebijakan tersebut langsung memicu polemik yang luas secara global. Pasalnya, berpotensi menimbulkan gangguan pada rantai pasok yang sudah terjalin selama ini, terutama yang berkaitan dengan AS.
Sejumlah komoditas yang diekspor ke AS, biayanya melonjak tinggi sehingga menjadi tidak kompetitif di pasaran domestik AS. Hal ini akan memberatkan importir dan juga konsumen di AS karena harga komoditas impor menjadi lebih mahal sehingga berpotensi menurun permintaannya.
Dampaknya, negara eksportir harus mengurangi pengiriman produknya ke AS atau melakukan efisiensi produksi sehingga harganya dapat ditekan. Dengan demikian tidak terlalu memberatkan konsumen di AS.
Selain itu, turut memaksa negara eksportir mencari negara tujuan ekspor lainnya di luar AS. Hal ini tentu saja akan menimbulkan gejolak bagi negara eksportir karena berpotensi menimbulkan perlambatan ekonomi karena berkurangnya permintaan barang dari AS. Bahkan, dapat meningkatkan risiko pemutusan hubungan kerja (PHK) di sejumlah industri yang memiliki pangsa pasar menuju AS.
Bagi AS sendiri, kebijakan tarif tersebut diharapkan dapat mengurangi defisit neraca perdagangan dan membuka ruang negosiasi dengan negara manapun di dunia dengan menunjukkan keunggulan ”soft power” geopolitik dan geoekonomi yang dimiliki AS.
Namun, di balik langkah kebijakan tersebut tersimpan risiko yang besar pula bagi perekonomian AS. Selain mendorong harga barang impor menjadi lebih mahal, kebijakan tarif itu juga berpotensi mengganggu industrialisasi. Pasalnya, sejumlah industri manufaktur di AS masih membutuhkan pasokan bahan baku atau material yang harus didatangkan dari luar negeri.
Hal tersebut tentu saja akan membuat biaya produksi barang di dalam negeri AS juga menjadi semakin tinggi. Ujung-ujungnya, harga barang yang dihasilkan oleh industri domestik AS pun juga kian mahal di pasaran lokal. Potensi efek negatif akhirnya juga akan tampak di AS, yakni penurunan penjualan atau permintaan, pemutusan hubungan kerja, serta perlambatan ekonomi negeri ”Paman Sam”.
Kekuatan besar ekonomi AS
Berdasarkan data dari Bank Dunia, jumlah produk dometik bruto (PDB) dunia pada tahun 2023 mencapai 106,17 triliun dollar AS. AS merupakan negara yang memiliki kekuatan ekonomi terbesar secara global. Pada tahun 2023, jumlah PDB di AS mencapai 27,72 triliun dollar AS. Nominal ini terpaut cukup jauh sekitar 10 triliun dollar AS dengan PDB China yang menempati urutan kedua dunia dengan nilai sebesar 17,79 triliun dollar AS.
Dengan nilai perekonomian yang sangat besar itu, tingkat kesejahteraan penduduk AS relatif sangat tinggi dengan nilai pendapatan per kapita berkisar 82.000 dollar AS setahun.
Meskipun memiliki kekuatan ekonomi yang sangat besar, dalam konteks perdagangan internasional, AS sejatinya memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi dengan negara lainnya di dunia. Hal ini terlihat dari neraca perdagangan internasional AS yang miliki nilai defisit yang juga sangat besar.
Berdasarkan data oec.world, pada tahun 2023, nilai ekspor AS ke seluruh dunia mencapai 1,86 triliun dollar AS. Di sisi impor, nilai produk asing yang masuk AS mencapai kisaran 3 triliun dollar AS atau merupakan yang tertinggi di seluruh dunia. Tingginya permintaan barang impor itu membuat defisit neraca perdangan AS pada tahun 2023 sekitar 1,1 triliun dollar AS
Defisit itu telah berlangsung sejak lama. Pada tahun 2015 misalnya, neraca perdagangan AS tercatat defisit sekitar 800 miliar dollar AS. Kala itu nilai ekspor AS ke seluruh dunia sekitar 1,41 triliun dollar AS, sedangkan nilai impornya hampir 2,21 triliun dollar AS. Mundur ke belakang lagi tahun 2010, neraca perdagangan AS defisit sekitar 720 miliar dollar AS, dengan perolehan pendapatan ekspor sekitar 1,2 triliun dollar AS dan pembayaran impor barang senilai 1,92 triliun dollar AS.
Ditarik lagi jauh ke belakang pada tahun 2000, AS juga telah mencatatkan defisit neraca senilai 383 miliar dollar AS. Nilai impor barang telah tembus 1,2 triliun dollar AS, sedangkan ekspor barangnya baru sekitar 808 miliar dollar AS.
Meskipun AS senantiasa defisit dalam neraca perdagangannya sejak dahulu, peran AS bagi perekonomian dunia sangatlah vital. Indikasinya terlihat pada kurun 2020-2021, saat Covid-19 melanda dan mendorong kelesuan ekonomi global, ekonomi AS tetap menjadi rujukan untuk memajukan ekonomi negara-negara di dunia. Nilai ekspor AS saat itu tercatat 1,65 triliun dollar AS dan nilai impornya mencapai lebih dari 2,7 triliun dollar AS. Defisit yang mencapai 1,12 triliun dollar AS itu mengindikasikan bahwa AS turut berkontribusi dalam upaya stimulasi memajukan ekonomi dunia yang tengah lesu.
Hanya, AS saat ini tampaknya ingin mempersempit celah kesenjangan defisit neraca perdagangan tersebut sambil berusaha menumbuhkan kembali industri dalam negeri agar bersaing dengan sejumlah komoditas impor. Tentu saja, hal ini akan berdampak pada kondisi global karena ada perubahan ”keteraturan” yang sudah terjadi selama ini.
Dampak ekonomi di berbagai negara
Sebagai negara importir terbesar di seluruh dunia, AS memiliki mitra kerja sama yang sangat luas secara global. AS memiliki jaringan perdagangan hampir seluruh negara di dunia. Dari ratusan negara tersebut, setidaknya terdapat 20 negara yang menjadi mitra kerja sama terkuat dengan AS.
Dari sisi ekspor, AS memiliki kerja sama dengan sejumlah negara maju di antaranya seperti Kanada, Jerman, Jepang, Inggris, Belanda, Korea Selatan, Singapura, Perancis, Swiss, Spanyol, Australia, Italia, dan Belgia. Dengan negara emerging market, AS mengirimkan barang ekspornya ke China, Meksiko, Brasil, dan India.
Dari sisi impor, AS memiliki ketergantungan yang tinggi dengan sejumlah negara, di antaranya seperti Meksiko, China, Kanada, Jerman, Jepang, Korea Selatan, dan Vietnam. Ke-7 negara ini pada tahun 2023, nilai ekspor barangnya ke AS rata-rata lebih dari 100 miliar dollar AS. Bahkan, untuk Meksiko, China, dan Kanada valuasi impor barangnya ke AS rata-rata mencapai lebih dari 400 miliar dollar AS.
Dalam konteks perdagangan internasional antara AS dengan Indonesia, posisi Indonesia berada dalam urutan ke-20 dengan nilai ekspor ke AS mencapai 27 miliar dollar AS. Artinya, posisi Indonesia dalam suplai komoditas barang ke AS termasuk sangat diperhitungkan.
Dari sejumlah negara mitra strategis itu, sebagian besar memang menunjukkan notasi defisit bagi perdagangan internasional AS. Bila diurutkan dari yang terbesar defisitnya, setidaknya ada empat negara penyumbang notasi negatif itu. Negara tersebut adalah China dengan defisit neraca sekitar 282 miliar dollar AS; Meksiko 213 miliar dollar AS; Kanada 140 miliar dollar AS; dan Vietnam 108 miliar dollar AS. Untuk negara lainnya rata-rata memberikan tekanan defisit neraca di bawah 60 miliar dollar AS.
Defisit neraca terkecil dengan AS setidaknya ada tiga negara, yakni Perancis sekitar 8,30 miliar dollar AS; Swiss kisaran 12 miliar dollar AS; Malaysia hampir 26 miliar dollar AS; dan Indonesia sekitar 17 miliar dollar AS.
Dari ke-20 negara tersebut, ada pula yang membukukan neraca perdagangan positif bagi AS. Negara tersebut adalah Brasil dengan surplus 2,92 miliar dollar AS; Singapura 10,26 miliar dollar AS; dan Belanda kisaran 30 miliar dollar AS.
Kebijakan AS yang menerapkan tarif umum (universal tariffs) sebesar 10 persen kepada semua negara mulai 5 April dan tarif balasan (reciprocal tariffs) yang bervariasi dari 10 persen hingga di atas 40 persen mulai 9 April mendatang akan berdampak pada aliran ekspor-impor barang ataupun jasa secara global. Tentu saja, negara-negara yang memiliki kontribusi defisit yang besar bagi AS akan mendapat penerapan tarif yang besar untuk mengimbangi nilai defisitnya.
Indonesia pun juga akan merasakan dampak dari kebijakan Presiden Trump itu. Apalagi, tarif tambahan yang dikenakan pada produk-produk asal Indonesia ditetapkan sebesar 32 persen. Besaran tarif ini sangatlah besar bila dibandingkan dengan bea masuk AS terhadap impor Indonesia sebelumnya yang sebesar 4,2 persen.
Dengan kebijakan AS tersebut, tentu saja akan menimbulkan keresahan terhadap dunia usaha atau industri di Indonesia yang memiliki pangsa pasar ke AS. Setidaknya ada sembilan jenis usaha yang memiliki nilai ekspor yang sangat besar ke AS. Usaha tersebut di antaranya terkait mesin, listrik, dan elektronik; produk tekstik; alas kaki; produk dari karet; suku cadang dan peralatan; minyak hewani dan nabati; dan sejumlah produk perikanan. Komoditas ini setiap sektornya memiliki nilai ekspor rata-rata lebih dari 1 miliar dollar AS.
Dengan kebijakan tarif tersebut, tentu saja berdampak pada sejumlah sektor tersebut. Pengurangan produksi akibatnya susutnya permintaan akan membuat usaha melesu dan berpotensi akan menyebabkan PHK. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melakukan langkah mitigasi guna menyikapi kebijakan Trump itu.
Selain mencari ruang pasar baru di luar AS, pemerintah dan stakeholder terkait perlu segera menjalin langkah diplomasi guna bernegosiasi dengan AS. Pemerintah harus bisa memanfaatkan ruang soft power diplomasi AS ini secara baik dan optimal.

TABLOID BOLA

RELATED ARTICLES
- Advertisment -

Most Popular

Recent Comments